Internasional

Heboh Presiden Xi Jinping Melarang Warga Asing Dan China Meninggalkan Negaranya

China dilaporkan kembali me-lockdown warga. Pemerintah Presiden Xi Jinping disebut melarang warga meninggalkan negara itu, termasuk eksekutif asing. Hal ini terjadi kala pemerintah menyerukan pembukaan kembali Tirai Bambu pasca penguncian ketat akibat Covid-19 selama tiga tahun. Laporan disampaikan kelompok hak asasi Safeguard Defenders. “Puluhan orang China dan asing telah terjerat oleh larangan keluar,” tulis Reuters memuat laporan itu, dikutip Selasa (2/5/2023).

“Sementara analisis Reuters menemukan lonjakan kasus pengadilan yang melibatkan larangan semacam itu dalam beberapa tahun terakhir dengan lobi bisnis asing menyuarakan keprihatinan,” tambah media tersebut. Secara rinci Safeguard Defenders menyebut larangan perjalanan bukan hal baru. Ini terjadi sejak 2012, kala Xi Jinping perdana berkuasa. Menurut lembaga itu, China telah terus menerus memperluas lanskap hukum untuk larangan keluar dan semakin sering menggunakannya. Terkadang di luar pembenaran hukum.

“Antara 2018 dan Juli tahun ini, tidak kurang dari lima undang-undang (China) baru atau yang diamandemen mengatur penggunaan larangan keluar, dengan total hari ini 15 undang-undang,” tegas Direktur Kampanye kelompok itu, Laura Harth. Dalam sebuah makalah akademis yang dimuat tahun 2022 oleh Chris Carr dan Jack Wroldsen, ditemukan pula 128 kasus larangan keluar orang asing antara tahun 1995 dan 2019. Termasuk 29 orang Amerika dan 44 orang Kanada.

Analisis Reuters juga mencatat soal larangan keluar ini. Data diklaim berasal dari database Mahkamah Agung China. Disebutkan ada peningkatan delapan kali lipat dalam kasus. Ini terjadi antara tahun 2016 dan 2022. Satu orang yang dicegah meninggalkan China tahun ini adalah seorang eksekutif Singapura di perusahaan Amerika Serikat (AS), Mintz Group. Menurut Reuters ini terungkap dari tiga sumber yang mengetahui masalah tersebut.

Baca Juga:  Pekan Depan Xi Jinping Bakal Bertemu Putin Di Rusia

Mintz mengatakan pada akhir Maret pihak berwenang telah menggerebek kantor perusahaan di China dan menahan lima staf lokal. Kementerian Luar Negeri kemudian mengatakan pada saat itu, Mintz dicurigai terlibat dalam operasi bisnis yang melanggar hukum. Polisi juga dilaporkan mengunjungi kantor Bain & Co di Shanghai. Mereka pun dilaporkan menanyai stafnya, sebagaimana dikatakan konsultan manajemen AS. “Karena meningkatnya ketegangan antara AS dan China, risiko (larangan keluar) ini meningkat,” kata seorang pengacara veteran di China yang telah menangani kasus larangan keluar, Lester Ross.

“Saya telah melihat peningkatan dalam perusahaan dan entitas yang mengkhawatirkan hal ini dan meminta saran kami tentang cara mempersiapkan dan mengurangi risiko itu,” tambah Kepala Komite Kebijakan Kamar Dagang Amerika di China. “Ketidakpastiannya sangat besar,” kata Kepala Kamar Dagang Uni Eropa (UE) di China. “Bisakah Anda melakukan uji tuntas? Kejelasan harus datang,” ujarnya. Sementara itu, dalam update terbaru, China juga dilaporkan tengah memperkuat undang-undang kontra-spionase. Ini dilakukan sejak pekan lalu.

Pengesahan UU itu memungkinkan larangan keluar diberlakukan pada siapa pun, China atau asing, yang sedang diselidiki. Sebagian besar kasus dalam database yang mengacu pada larangan keluar bersifat perdata, bukan pidana. Orang-orang yang dilarang meninggalkan China termasuk orang China biasa yang terlibat dalam perselisihan keuangan serta pembela hak, seperti aktivis dan pengacara. Ini juga berlaku ke etnis minoritas seperti Uyghur di wilayah Xinjiang barat laut China.

“Pada saat China secara proaktif mencoba memulihkan kepercayaan bisnis untuk menarik investasi asing, larangan keluar mengirimkan sinyal yang sangat beragam,” ujar Kamar UE. Sebenarnya, AS dan UE juga memiliki aturan larangan perjalanan. Namun ini biasanya dikenakan ke beberapa tersangka kriminal meski umumnya tidak untuk tuntutan perdata. Sayangnya, tak ada konfirmasi dari Kementerian Keamanan China soal ini. Hingga berita diturunkan verifikasi belum diberikan pula oleh Kemlu China.

Baca Juga:  Kementrian Rusia Merekrut 147.000 Pemuda Untuk Melaksanakan Wajib Militer