Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka kemungkinan untuk memanggil Riza Chalid, yang dikenal sebagai ‘saudagar minyak’, terkait dengan kasus korupsi dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina selama periode 2018 hingga 2023.
Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, menyatakan bahwa peluang pemeriksaan terhadap Riza Chalid tetap terbuka setelah penyidik menggeledah dua rumah miliknya di Jakarta Selatan, yakni di Kebayoran Baru dan Panglima Polim.
“Jika itu penting untuk penyidikan, siapa pun yang dapat memberikan informasi penting terkait kasus ini akan dipanggil,” kata Harli dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat (28/2).
Namun, Harli juga mengungkapkan bahwa ia belum dapat memastikan apakah Riza Chalid sudah dipanggil untuk pemeriksaan atau belum. Dia memastikan bahwa saat ini penyidik sedang fokus memeriksa para tersangka secara intensif.
“Saat ini, kami masih memeriksa tersangka. Minggu depan kami akan memeriksa pejabat teknis,” jelasnya.
Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini, termasuk enam pegawai PT Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satu yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga. Beberapa nama lainnya adalah SDS, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, serta AP, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Selain itu, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), yang juga dikenal sebagai anak Riza Chalid, merupakan salah satu tersangka. Lainnya, seperti DW yang menjabat Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan YRJ, Komisaris PT Jenggala Maritim, juga turut dijerat dalam perkara ini.
Kejagung baru-baru ini menetapkan dua tersangka tambahan, yakni Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, serta Edward Corne, VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga.
Kerugian negara akibat praktik korupsi ini diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun, yang terdiri dari kerugian ekspor minyak mentah sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun, kerugian impor BBM sekitar Rp9 triliun, serta kerugian pemberian kompensasi dan subsidi pada 2023 yang masing-masing mencapai Rp126 triliun dan Rp21 triliun.
PT Pertamina (Persero) menegaskan bahwa mereka menghormati proses hukum yang sedang berlangsung di Kejagung. Di tengah isu yang beredar terkait BBM oplosan, Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, membantah klaim tersebut. Ia menjelaskan bahwa Pertamax tidak mengandung bahan oplosan dan tetap memenuhi standar kualitas yang ditetapkan, yaitu RON 92.
Fadjar menambahkan bahwa Kementerian ESDM secara rutin melakukan pengawasan terhadap kualitas BBM melalui uji sampel yang dilakukan di berbagai SPBU.
“Blending adalah proses yang sah dan umum dalam pembuatan bahan bakar untuk mencapai standar kualitas yang diperlukan, bukan pencampuran sembarangan,” imbuhnya.
Fadjar juga mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir mengenai kualitas BBM Pertamina, karena sudah memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.