Internasional

Raja Salman Telah Menerima 2 “Musuh Besar” AS Dengan Berani

Menteri Luar Negeri (Menlu) Suriah Faisal Mekdad mendarat di Jeddah, Arab Saudi, pada Rabu (13/4/2023). Hal ini merupakan bagian dari upaya pemulihan hubungan diplomatik kedua negara pasca Damascus mengalami perang saudara. Arab Saudi memutuskan hubungan dengan Damaskus di tengah penumpasan brutal Presiden Suriah Bashar Al Assad terhadap protes damai pada 2011, dan mendukung kelompok pemberontak yang berjuang untuk menyingkirkan Assad dari kekuasaan. Negara itu juga diskors dari Liga Arab.

Dimulainya kembali hubungan Saudi-Suriah menandai perkembangan paling signifikan dalam langkah negara-negara Arab untuk menormalisasi hubungan dengan Assad. Itu terjadi beberapa minggu setelah Mekdad bertemu dengan para diplomat top Mesir dan Yordania, juga untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade. Assad, dengan bantuan sekutu utamanya Iran dan Rusia, mendapatkan kembali kendali atas sebagian besar wilayah Suriah, dan Arab Saudi mengatakan bahwa langkah isolasi yang diterapkan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya tidak akan berhasil.

“Kedua belah pihak sepakat tentang perlunya negara Suriah untuk menegaskan kontrolnya atas semua wilayahnya dan mengakhiri kehadiran milisi bersenjata,” tulis pernyataan bersama Riyadh-Damaskus dikutip Reuters. Pemulihan ini juga ditandai dengan pembukaan Kedutaan Iran di Riyadh. Misi diplomatik dibuka beberapa jam setelah Kementerian Luar Negeri Teheran mengatakan delegasi teknis telah tiba di Kerajaan untuk mengawasi pekerjaan tersebut.

“Sesuai dengan pelaksanaan perjanjian antara Iran dan Arab Saudi tentang dimulainya kembali kegiatan diplomatik … delegasi teknis Iran tiba di Riyadh pada Rabu tengah hari dan disambut oleh pejabat Saudi,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanani kepada Arab News. Pemulihan hubungan antara Saudi dan Iran sendiri telah menimbulkan gema baru dalam geopolitik Timur Tengah.

Baca Juga:  Musuh Bebuyutan Mendekat ke Saudi, Israel 'Kebakaran Jenggot'

Pasalnya, Iran merupakan negara yang cukup berseberangan di dunia Arab, dengan mendukung sesuatu yang berseberangan dengan Riyadh seperti mendukung pemberontak Houthi Yaman dan rezim Assad Suriah. Perdamaian keduanya sendiri tidak lepas dari peran China. Kesepakatan keduanya muncul saat perwakilan kedua negara bertemu di Beijing, China, Maret lalu. Terlihat foto yang menunjukan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran Ali Shamkhani berjabat tangan dengan penasihat keamanan nasional Saudi Musaad bin Mohammed Al Aiban.

Sementara itu diplomat paling senior China, Wang Yi, berdiri di antara mereka. Diketahui, Beijing merupakan inisiator perdamaian ini. Wang mengatakan bahwa China akan terus memainkan peran konstruktif dalam menangani masalah hotspot dan menunjukkan tanggung jawab sebagai negara besar. Ia menambahkan bahwa China sebagai mediator yang beritikad baik dan dapat diandalkan, telah memenuhi pekerjaannya sebagai tuan rumah dialog.

Beberapa analis mengatakan bahwa ini merupakan bukti makin kuatnya peran China pada arena politik global, mengalahkan AS. Mantan pejabat senior AS dan PBB Jeffrey Feltman mengatakan peran China adalah aspek paling signifikan dari perjanjian tersebut. “Ini akan ditafsirkan, mungkin secara akurat, sebagai tamparan pada pemerintahan Biden dan sebagai bukti bahwa China adalah kekuatan yang sedang naik daun,” kata Feltman, yang juga seorang peneliti di Brookings Institution.