bengkelsastra.com – Tim Satgas Damai Cartenz 2025 yang melibatkan Polda Papua, Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Polda Jawa Timur, berhasil menyita 3.573 amunisi dan 17 pucuk senjata api rakitan yang dipersiapkan untuk Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Puncak Jaya, Papua. Senjata dan amunisi ilegal ini disuplai dari Bojonegoro, Jawa Timur.
Dalam pengungkapan ini, Ditreskrimum Polda Jatim berhasil menangkap tiga orang tersangka yang terlibat dalam penjualan senjata api dan amunisi ilegal asal Bojonegoro. Ketiga tersangka tersebut adalah Teguh Wiyono (52), Mukhamad Kamaludin (30), keduanya warga Bojonegoro, dan Pujiono (46) warga Tuban.
Penangkapan ini terjadi setelah Polda Papua menangkap Eko dan Yuni Enembi, yang merupakan mantan personel TNI Kodam XVIII/Kasuari. Keduanya diduga terlibat dalam pendanaan dan pembelian senjata untuk KKB Papua di distrik Puncak Jaya. Penyelidikan mengungkapkan bahwa senjata tersebut dibeli melalui jaringan yang beroperasi di Bojonegoro.
“Yang menjadi otak dari jaringan ini adalah yang berinisial T (Teguh). Apakah Pujiono (P) dan Mukhamad Kamaludin (MK) tahu? Tentu mereka sangat mengetahui, namun komunikasi langsung terkait transaksi ini dilakukan oleh saudara T,” jelas Kombes M Farman, Dirreskrimum Polda Jatim, di Mapolda Jatim pada Selasa (11/3).
Komplotan yang memproduksi senjata di Bojonegoro ini awalnya menerima pesanan dari Papua. Bahkan, pemesan senjata sempat mengunjungi Bojonegoro untuk melihat langsung tempat produksi senjata tersebut.
“Pasti ada pesanan terlebih dahulu dari Papua. Yuni dan Eko mengakui bahwa Yuni pernah datang ke Bojonegoro untuk melihat lokasi pembuatan senjata,” tambah Farman.
Setelah penangkapan Eko dan Yuni di Papua, Polda Jatim menangkap Teguh Wiyono di rumahnya di Perumahan Kalianyar Citra Modern Bojonegoro bersama dua tersangka lainnya pada Sabtu (8/3).
“Dari hasil pemeriksaan, kami mengetahui bahwa Teguh secara ilegal membuat dan merakit senjata api serta senjata angin,” ungkapnya.
Menurut penyelidikan, komplotan ini baru satu kali melakukan transaksi penjualan senjata api ke KKB Puncak Jaya. Sebanyak enam senjata api telah dikirim melalui ekspedisi dengan cara disembunyikan dalam mesin kompresor yang telah dipotong-potong.
“Dari pemeriksaan, kami menemukan bahwa satu transaksi senjata dan amunisi dilakukan dengan cara menyembunyikan senjata dalam bagian mesin kompresor yang telah dibagi-bagi. Senjata dan amunisi ini kemudian dikirim melalui ekspedisi dengan nilai transaksi sekitar Rp 1,3 miliar,” jelasnya.
Proses pembuatan senjata api ini dilakukan secara otodidak oleh para pelaku, yang sebelumnya dikenal karena keterampilan mereka dalam membongkar senjata angin. Amunisi peluru yang digunakan berasal dari PT Pindad dan diperoleh melalui jaringan yang kini masih dalam pencarian aparat.
“Senjata ini dirakit secara otodidak, dengan menggunakan bahan-bahan dari alat-alat seperti mesin bubut, gerinda, dan kompresor. Kami juga menemukan bahan peledak, detonator, magasin, popor, serta laras senjata rakitan di lokasi,” tambah Farman.
Saat melakukan pengiriman, para tersangka menggunakan jalur darat dan menyembunyikan senjata serta amunisi dalam mesin kompresor yang telah dimodifikasi.
Atas perbuatan mereka, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, yang mengancam mereka dengan hukuman mati, penjara seumur hidup, atau hukuman penjara maksimal 20 tahun.