Internasional

Israel Mengajak Indonesia Untuk Menjalin Hubungan Diplomatik

Gaduh Piala Dunia U-20 2023 yang batal digelar di Indonesia memunculkan kembali perdebatan soal perlu tidak Jakarta membuka hubungan diplomatik dengan Israel, salah satunya agar dukungan terhadap Palestina lebih nyata lagi. Sebab, menurut sejumlah pihak, membuka dialog dengan Israel bisa membuat Indonesia lebih tegas dan turun tangan langsung membantu menyelesaikan konflik antara kedua negara yang telah berlangsung lebih dari setengah abad.

Duta Besar Israel untuk Singapura, Sagi Karni, bahkan menganggap kapabilitas dan kapasitas Indonesia saat ini terbatas untuk membantu Palestina menyelesaikan konflik dengan negaranya karena tidak memiliki hubungan dengan Tel Aviv. Dalam kondisi ini, Karni menilai Indonesia tidak dapat menolong Palestina secara praktis. Kementerian Luar Negeri RI melalui Direktur Timur Tengah Bagus Hendraning Kobarsih buka suara menanggapi seruan normalisasi hubungan dengan Israel ini kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu. Berikut petikan wawancaranya:

T: Belakangan, gaduh soal pembatalan tuan rumah PD U-20 2023 di Indonesia akibat penolakan kehadiran timnas Israel karena solidaritas terhadap Palestina. Hal ini kembali memunculkan perdebatan apakah Indonesia seharusnya menjajaki hubungan dengan Israel. Bagaimana tanggapan Indonesia? Isu normalisasi ini sebetulnya sudah lama, sejak tahun 2020, dan terus bergulir sampai sekarang. Khususnya ketika di masa Donald Trump yang mengenalkan istilah (perjanjian) Abraham Accord dan New Century.

Jika ditanya apakah ada rencana (normalisasi), tidak ada. Indonesia tidak pernah terpikir untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, dengan pemerintahan pendudukan Zionis Israel. Karena pemerintahan ini kita anggap pemerintahan penjajah, pemerintahan yang melaksanakan kolonialisme terhadap rakyat Palestina, yang sampai sekarang kita lihat, tidak ada iktikad baik untuk menyelesaikan itu bahkan semakin parah. Dan kita melihat rakyat Palestina semakin menderita.

Oleh karena itu, kita tidak melihat urgensi untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel. T: Meskipun, Indonesia selama ini menegaskan tak ada wacana normalisasi dengan Israel, apakah ada interaksi atau dialog dengan Israel di forum inter misalnya terkait isu Palestina? Setahu saya, tidak ada pembicaraan di tingkat mana pun secara resmi dengan pemerintah Israel. Dan kita memang menghindari hal itu. Karena kita merasa tidak ada gunanya dan kita tidak mengakui pemerintah Zionis Israel.

Indonesia selalu menyerukan di forum internasional seperti forum PBB, forum multilateral, dewan keamanan, dan dewan HAM, hingga komite yang dibentuk untuk itu (Palestina) dengan istilah The Committee on the Exercise of the Inalienable Rights of the Palestinian People, kemudian Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Gerakan Non-Blok (GNB), agar pertama, mengakhiri penguasaan Israel terhadap Palestina. Kedua, menyerukan kemerdekaan Palestina sesuai dengan kesepakatan two state solution dengan ibu kota
Yerusalem Timur yang mengacu pada gsris perbatasan tahun 1967.

Baca Juga:  Setengah Juta Orang Israel Protes Menentang Perombakan Yudisial Netanyahu

Ketiga, kita selalu menyerukan adanya international presents, kehadiran internasional, untuk melindungi kelompok rentan di Palestina khususnya, orang tua, anak-anak, yang selama ini kalau ada konflik pasti selalu jadi korban. Paling utama harus fokus semua negara negara khususnya, fokus untuk memperjuangkan Palestina. T: Jadi, apakah penting membuka hubungan diplomatik dengan Israel saat ini? Kita jangan terdistraksi dengan berbagai hal yang mengaburkan cita-cita kemerdekaan
Palestina.

Ini dasar Kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan itu yang harus diperjuangkan sesuai dengan amanat konstitusi kita. Dan, saya kira sesuai yang dikatakan Presiden Soekarno bahwa selama tanah Palestina berada di bawah penjajahan pemerintahan Zionis Israel, selama itu pula Indonesia tidak akan mengakui negara Israel. Karena itu sudah jelas-jelas bertentangan dengan berbagai macam nilai kemanusiaan, apalagi akhir-akhir ini kita perhatikan tindakan itu semakin brutal, semakin keras dan semakin tidak pandang bulu.

Sehingga ada pendapat yang mengatakan tidak perlu menjadi seorang beragama untuk melihat kekejian yang terjadi di sana. Cukup jadi seorang manusia saka dengan hati nurani yang, dengan akal sehat kita melihat bahwa perlakuan yang diterima oleh rakyat Palestina sama sekali betul betul di luar batas batas kemanusiaan. Kita lihat orang sedang salat, orang orang tua lewat di jalan dipukuli dan sebagainya. Dalih
mereka selalu untuk national security tapi kan national security harus ada etikanya.

T: Jika di masa depan, Israel membuka niat, memberikan sinyal mendukung solusi dua negara dan mengakui Palestina sebagai negara, apakah ini mungkin mengubah posisi Indonesia? Ya wallahualam ya. Apakah Israel mau mengubah posisinya. Kita berharap demikian. Sejauh ini yang kita perhatikan, wacana yang dikembangkan oleh pemerintahan Israel adalah wacana yang sangat tidak bersahabat.

Narasi besarnya adalah mereka justru non-kompromis, kemudian mendukung illegal settlement, kemudian provokatif, mengganggu tempat tempat ibadah, melakukan rasisme apartheid, melakukan diskriminasi. Hal-hal seperti ini secara norma social interest tak bisa diterima saat ini. Kalau mereka mau berubah itu baik sekali. Tapi saya pribadi agak pesimistis, apakah itu bisa dilakukan? Karena pengalaman yang ada selalu adanya yang mengingkari janji gitu. Tidak pernah menempati janjinya, even yang paling dekat ketika perjanjian Sharm Al Sheikh, pertemuan di Mesir kemarin, baru saja.

Baca Juga:  Iran Bersumpah Untuk Balas Dendam Pada Israel

Mereka kan salah satunya ingin menciptakan suasana kondusif tidak ada aksi kekerasan. Belum berbilang minggu, sudah terjadi kekerasan. Saya sendiri tidak tahu apa betul, Israel akan menerima two state solution dengan syarat syarat mereka. Saya belum pernah membaca, dan setahu saya mereka tidak komit dengan cita-cita ini. T: Banyak pihak menganggap selama ini RI vokal mendukung Palestina tapi melalui political statement saja. Sementara itu untuk lebih signifikan membantu kemerdekaan Palestina, RI perlu berdialog juga dengan Israel agar bisa menjadi mediator menyelesaikan konflik.

Sejauh ini ada keinginan Indonesia untuk menjadi mediator? Usul ini kelihatannya indah ya tetapi berbahaya. Untuk mendamaikan, ayo lah akur lah kamu dengan Israel. Jadi kesannya mendukung, tapi ada pesan tersembunyi. Setahu saya, saya belum pernah membaca adanya indonesia berkeinginan untuk menjadi mediator. Indonesia bahwa indonesia mendukung upaya-upaya khususnya negara kunci seperti Mesir, kemudian Yordania, untuk melakukan dialog dan mengurangi ketegangan di kawasan tersebut.

Tapi, tidak ada rencana sedikitpun, atau saya belum pernah mendengar Indonesia berkeinginan menjadi mediator. Yang saya pahami adalah Indonesia akan terus mendukung perjuangan kemerdekaan rakyat Palestina untuk mendapatkan kembali kawasannya, mendapatkan kemerdekaanya dengan ibu kota Yerusalem Timur. Saya kira itu yang menjadi titik perjuangan Indonesia. Kita menghormati berbagai upaya lembaga lembaga regional, internasional, maupun individu atau negara tertentu untuk melakukan pendekatan pembicaraan dengan masing-masing pihak.

Saya kira kita bukan tidak konkret ya, kita ini memberikan sesuai dengan kemampuan kita tentunya. Jadi saya kira dukungan Indonesia selain dilakukan di level politik juga ada di level yang lain, kebudayaan, perdagangan di level kesehatan dan yang lain. Jadi, ini tentu harus dianggap bagian dari upaya mempersiapkan ketika nanti mereka merdeka, mereka sudah punya kemampuan untuk mengelola negaranya. Tentu saja Indonesia siap sedia untuk memberikan bantuan sepanjang kemampuan kita memungkinkan.

T: Dubes Israel di Singapura mengatakan dukungan RI untuk Palestina tidak begitu banyak membantu karena tak memiliki hubungan dengan Tel Aviv. Mereka bahkan membandingkan RI dengan negara Arab lain, yang menurut dia lebih banyak membantu Palestina dan di saat bersamaan menjalin hubungan dengan Israel. Bagaimana tanggapan Indonesia soal ini? Ya boleh boleh saja lah Israel mengklaim (menjalin) hubungan baik dengan mereka akan banyak hal baik yang bisa dilakukan. Tapi dalam pandangan kami yang ada sekarang ini, tidak ada perubahan apa pun di Palestina.

Baca Juga:  Pasar Dunia Dikuasai Kurma Israel, Arab Saudi Hampir Kalah

Palestina tetap menderita, tetap terpinggirkan, tetap tersia-siakan, kemerdekaanya juga semakin sulit diperjuangkan. Dan Anda tahu Israel jago sekali mempermainkan public opini, media frame up. Menurut pendapat saya tidak ada kemajuan di Palestina ini. Rakyat semakin menderita, rumah digusur, kemudian orang beribadah diteror dan ditembak, tidak ada apa-apa dipukul. Jadi kalau menurut saya khususnya di bidang HAM, betul-betul memprihatinkan. Kalau dianggap sudah baik, saya tidak tahu, saya tak mau berkomentar. Tapi kalau pendapat saya, ini jauh dari cita cita yang diharapkan.

Palestina adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Itu yang harus diingat-ingat. Ketika kita diinjak-injak agresi kedua Belanda, tokoh-tokoh kita ditangkap dan diasingkan, lalu pengakuan muncul dari negara itu (Palestina) disusul Mesir, Arab Saudi. Jadi, ini mungkin dukungan moral yang bukan uang tapi sangat berharga untuk mendukung kemerdekaan kita. Jadi inilah yang dihadapi orang orang Palestina. T: Beberapa tahun terakhir media asing sempat melaporkan pertemuan atau kunjungan pejabat RI ke Israel, termasuk pertemuan Menhan Prabowo Subianto dengan pejabat Israel. Apakah pertemuan itu direncanakan? Jika iya, apa tujuannya?

Ini yang saya katakan, Israel pandai melakukan media framing up. Jadi, kunjungan pejabat kita, pejabat mana saya tidak pernah mendengar, tidak pernah ada informasi, pejabat-pejabat ke sana. Kalau yang dimaksud itu adalah orang Indonesia berkunjung ke sana untuk berziarah ke Masjid Al Aqsa atau ke tempat lain, ya itu bisa saja. Itu kan urusan pribadi ya, ibadah atau kunjungan yang sifatnya informal. Saya kira itu memungkinkan. Karena memang bagi umat Islam berkunjung ke Masjid Al Aqsa kan sesuatu yang sangat dianjurkan.

Mengenai pertemuan Bapak Menhan. Itu sebetulnya bukan pertemuan. Jadi, kalau tidak salah itu di Panama Dialogue itu. Bapak Menhan setelah presentasi turun dan disalami oleh banyak orang salah satunya adalah Kuasa Usaha Israel di Panama. Sebagai orang yang ada etika diplomatik dan kemudian orang yang bersahabat, tentu orang yang bersalaman tentu harus disambut kan. Tidak mungkin kita tidak menyambut. Tapi kemudian itu dipelintir sedemikan rupa seolah-olah Pak Menhan melakukan pembicaraan. Jadi yang seperti ini loh yang kita harus berhati-hati.