Teater Petra mempersembahkan sebuah pementasan teater
yang berjudul ALMAMATER MERAH karya M.
Sultan M.S di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki. Pementasan yang dimulai dari pukul 14.00 WIB tanggal 21 November 2018 adalah pementasan pertama yang diadakan pada hari tersebut.
Sang Sutradara, selain menjadi penulis
naskah, pria yang pernah mendapatkan penghargaan sutradara terbaik pada event
Festival Teater Pelajar Jakarta Pusat tahun 2015 juga merupakan sutradara
sekaligus aktor dalam pementasan ini yang berdurasi kurang lebih satu setengah jam. Pementasan ini
merupakan salah satu rangkaian dari acara Festival Teater Jakarta yang
diselenggarakan oleh Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta di Taman Ismail
Marzuki.
Pementasan
ini mengangkat situasi dimana kita harus menegakkan suatu kebenaran dengan menyuarakan
sebuah reformasi atau perubahan dari mikro ke makro atas dasar kemanusiaan. Banyak
permasalahan
yang mencuat mengenai kebijakan dan tatanan pemerintahan yang tidak sesuai, salah satunya di instansi pendidikan yaitu Perguruan Tinggi/Universitas.
Pertunjukan
dimulai saat para aktor membentuk
barisan masuk dengan menggunakan almamater sesuai universitas
masing-masing dan sebuah pita merah yang diikat di kening kepala. Masing-masing
dari mereka membawa sebuah karton berisi tulisan keluhan dan aspirasi mahasiswa
terhadap birokrasi di kampus.
Hal ini menandakan bahwa mereka sedang
menunjukkan
peristiwa aksi.
Pertemuan
kelas pada saat itu cukup menegangkan. Dengan desain panggung yang sederhana. Pasalnya
terdapat seorang mahasiswa dan seorang dosen yang sedang duduk di dalam kelas kemudian
mereka beradu argumen masalah reformasi. Mereka adalah Pradipta dan Pak
Solihin. Pradipta adalah ketua BEM Universitas sedangkan Pak solihin adalah
Dosen sekaligus Dekan. Pradipta
berpendapat bahwa reformasi hanya melahirkan ketakutan dan rasa trauma. Pak
Solihin selaku dosen mencoba membuka mindset pradipta agar ia berani
menyuarakan kebenaran tanpa rasa takut sedikitpun, serta dengan sindiran
sindiran yang faktanya belum sempat terpikirkan oleh Pradipta.
“Saya
ingin menciptakan kedamaian sepanjang masa”- Pradipta.
|
Gambar
tersebut menunjukan bahwa anggota BEM memberlakukan sistem kekerasan fisik
kepada mahasiswa baru saat track
malam. Hal ini dilakukan agar mahasiswa baru memiliki mental yang kuat dan menjadi
mahasiswa yang tidak apatis serta peka
terhadap permasalahan politik internal dan eksternal.
Sutradara
juga menyuguhkan penata musik yang handal. Alunan musik yang diciptakan sangat
mendukung suasana yang sedang terjadi saat itu sehingga membuat ketegangan cukup
mencekam. Kontak fisik yang terjadi
antar aktor pun cukup membuat penonton
geram dan sedikit ngilu.
![]() |
“ BEM wadah demokrasi berada di depan menuju reformasi” |
Ketika berada dalam kubangan lumpur,
darahmu berubah menjadi darah seorang pejuang demokrasi. Nyalimu tinggi kebal
menginjak paku diatas aspal. Kuat dibenturkan jeruji besi dan senyum
bermandikan darah. Kemudian kau di kubur diantara monumen-monumen perjuangan
dengan bertaburan bunga. Semua itu akan terjadi jika kau mengatakan “lakukan”.
-Lidya Setia dan Natalia
Anwar-.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar